Aku masih mengingat kenangan itu, saat dosa bersarang dalam diri hingga merekah bagai bunga yang bersemi oleh hangat mentari. Sungguh, tidak ada dusta tersembunyi kecuali penyesalan saat pikiran merangkak menembus lorong waktu hingga menemui jalan cerita masa
lalu. Rasa sesal berteriak memekakkan telinga yang lama tuli oleh lagu-lagu dunia dengan
lirik irama hasut. Pondasi yang dibangun oleh manusia terkasih akhirnya runtuh diterpa badai
dosa yang tak mengenal siapa aku, darimana aku, dan di mana aku.
Aku masih mengingat kenangan itu, di mana aku berada dalam ruang hampa tanpa udara untuk mencari kenikmatan dunia yang kusangka kekal. Sangat tak masuk akal jika mencari nafas kehidupan dalam ruang hampa, tapi itulah kenyataan ketika jiwa terjangkit virus kebodohan, mata ter sihir oleh kilau dunia, dan hati diperbudak hawa nafsu semua kan terlihat nyata. Setiap detik kehidupan hanya aku gunakan untuk mengurai benang kusut tanpa ada pangkal dan ujungnya. Telah hilang arah tujuan hidup yang sesungguhnya, tak sadar jika
waktu akan merenggut setiap nyawa yang hidup untuk berlabuh di dermaga kematian.
Aku masih mengingat kenangan itu, ketika nasehat tak lagi bermanfaat untukku. Berbagai
kejadian tidak pula menyadarkanku. Perputaran
waktu tidak kurasakan dan suara kematian tidak terdengar olehku, seolah-olah aku hidup abadi dan tak akan pernah mati. Ruhku telah
rusak karena dosa-dosa yang aku lakukan. Setiap kali kukatakan luka hati telah sembuh, hatiku kembali terluka karena dosa.
Aku masih mengingat kenangan itu, aku sempat bertanya kepada kawan lama yang begitu setia
menantiku di gubuk derita. Apa yang engkau inginkan dariku wahai pecandu dunia? Masihkah engkau berharap untuk terjun
bersamaku ke lembah jahanam?, engkau diam, engkau tak berkata, engkau membisu. Seandainya kematian adalah waktu istirahat
bagi para musafir dunia, tapi tidak demikan, karena akan ada kebangkitan untuk menyingkap
segala rahasia yang terkunci rapat.