Selasa, 11 Juni 2013

Dosa Berbuah Surga 1

Aku masih mengingat kenangan itu, saat dosa bersarang dalam diri hingga merekah bagai bunga yang bersemi oleh hangat mentari. Sungguh, tidak ada dusta tersembunyi kecuali penyesalan saat pikiran merangkak menembus lorong waktu hingga menemui jalan cerita masa
lalu. Rasa sesal berteriak memekakkan telinga yang lama tuli oleh lagu-lagu dunia dengan
lirik irama hasut. Pondasi yang dibangun oleh manusia terkasih akhirnya runtuh diterpa badai
dosa yang tak mengenal siapa aku, darimana aku, dan di mana aku.

Aku masih mengingat kenangan itu, di mana aku berada dalam ruang hampa tanpa udara untuk mencari kenikmatan dunia yang kusangka kekal. Sangat tak masuk akal jika mencari nafas kehidupan dalam ruang hampa, tapi itulah kenyataan ketika jiwa terjangkit virus kebodohan, mata ter sihir oleh kilau dunia, dan hati diperbudak hawa nafsu semua kan terlihat nyata. Setiap detik kehidupan hanya aku gunakan untuk mengurai benang kusut tanpa ada pangkal dan ujungnya. Telah hilang arah tujuan hidup yang sesungguhnya, tak sadar jika
waktu akan merenggut setiap nyawa yang hidup untuk berlabuh di dermaga kematian.

Aku masih mengingat kenangan itu, ketika nasehat tak lagi bermanfaat untukku. Berbagai
kejadian tidak pula menyadarkanku. Perputaran
waktu tidak kurasakan dan suara kematian tidak terdengar olehku, seolah-olah aku hidup abadi dan tak akan pernah mati. Ruhku telah
rusak karena dosa-dosa yang aku lakukan. Setiap kali kukatakan luka hati telah sembuh, hatiku kembali terluka karena dosa.

Aku masih mengingat kenangan itu, aku sempat bertanya kepada kawan lama yang begitu setia
menantiku di gubuk derita. Apa yang engkau inginkan dariku wahai pecandu dunia? Masihkah engkau berharap untuk terjun
bersamaku ke lembah jahanam?, engkau diam, engkau tak berkata, engkau membisu. Seandainya kematian adalah waktu istirahat
bagi para musafir dunia, tapi tidak demikan, karena akan ada kebangkitan untuk menyingkap
segala rahasia yang terkunci rapat.

Minggu, 26 Mei 2013

Surat Penuh Harapan

Kepada,
Bidadari Syurga

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sebelumnya aku ingin berucap maaf karena aku kembali datang membawa cerita usang hingga keusangannya terlihat jelas dari kelancanganku, sehingga membawa noda hitam dalam hidupmu yang putih nan bersih.

Sengaja aku ingin hadirkan pesan tersirat yang selama ini bersembunyi di balik hati, walau aku tidak tahu harus memulai dari mana agar kata-kata yang aku susun sampai kepadamu tanpa harus membuka sangkar merpati putih sebagai pengantar pesan kecilku ini wahai pemilik tutur kata yang lembut.

Salam santun teriring doa aku haturkan untuk kebaikanmu wahai pemilik tutur kata yang lembut, meskipun aku bukanlah seorang alim ahli doa.

Salam hormat aku sampaikan untukmu wahai calon bidadari syurga, rasa malu tak terhingga jika harus berhadapan denganmu.

Wahai pemilik tutur kata yang lembut,
Sungguh aku menulis pesan ini dengan hati yang seakan terselimuti kabut hingga tak mampu meraba apakah pesan ini benar-benar aku yang menulis. Kenyataannya memang tidak salah ternyata benar-benar aku yang menulisnya, karena kebodohanku menjadikan aku sanggup untuk menulis pesan ini dan karena lemahnya imanku aku sanggup bermimpi untuk membawa  harapan besar.

Wahai pemilik tutur kata yang lembut,
Apakah aku salah jika harus berkata bahwa Adam dan Hawa turun ke dunia karena cinta?, dan bukan hanya sekedar memakan buah Quldi?, Yang Maha Mencintai memiliki rencana Cinta yang begitu Agung. Jabal Rahmah atau bukit cinta adalah saksi bisu pertemuan penuh rindu, anugerah cinta yang hadir untuk Adam dan Hawa dari Sang Maha Pecinta.

Wahai pemilik tutur kata yang lembut,
Mungkin itu penafsiran atas dangkalnya ilmu yang aku miliki, sekali lagi mungkin juga karena sempitnya pemahamanku hingga aku menyimpulkan bahwa semua itu adalah  "Anugerah Cinta Suci bagi Manusia".
Seperti halnya Adam yang mencintai Hawa, demikian juga aku salah satu dari milyaran manusia yang memiliki rasa cinta kepada cucu hawa.

Wahai pemilik tutur kata yang indah,
Dengan wajah tertunduk malu, dengan langkah tak berdaya aku mencoba terus berjalan untuk menyampaikan pesan ini hingga sampai di depan pintu hatimu yang lembut. Ketahuilah pemilik tutur kata yang lembut dan indah, sungguh aku tidak bisa membohongi perasaanku ini jika aku ingin menemuimu dan menunjukkan jika hatiku yang pengecut ingin hadir di setiap rangkaian kata yang aku ucap.

Wahai pemilik hati yang lembut,
Aku tak pernah mengerti apa isi hatimu walaupun tanpa cahaya aku mencoba meraba dan masuk ke ruang hatimu, aku hanya seperti orang buta tanpa pegangan tongkat.

Wahai pemilik akhlak yang anggun,
Aku bukanlah siapa-siapa, aku bukanlah apa-apa, aku hanya manusia kecil hidup sederhana dan tidak pula bergelimang harta. Namun Aku selalu berusaha bertaruh dengan doaku agar Allah berkenan memberi cahaya agar aku mampu meraba hatimu. Dengan doa aku bertaruh agar Allah mengetuk hatimu sehingga aku bisa masuk ke dalam hatimu.
Tanpa aku sadari ini adalah sirat yang tidak semua orang mampu melaluinya karena aku masih sangat lemah..lemah dan sangat lemah untuk melaluinya.

Wahai pemilik kerendahan hati,
Aku ingin mengenalmu dengan cara yang diajarkan dalam agama kita, agama yang mulia. Sungguh aku ingin sekali meraih syurga bersamamu.
Sengaja aku menulis pesan ini agar tidak ada penyesalan yang begitu besar dalam hidupku karena tidak menyatakan cinta padamu sampai Allah mempertemukan dirimu dengan orang yang terkasih bagimu. Allah Maha Besar..Allah Maha Besar..Allah Maha Besar.

Inilah pesan terakhirku untuk mewakili hati yang lusuh.

Yang berlumur dosa,

Wassalam

Jumat, 24 Mei 2013

Engkau yang Berkisah

Ingatkah engkau kisah lalu
Saat engkau tersipu malu
Duduk berdua di bawah pilar yang membisu
Engkau membawa kisah haru

Suasana hening bersambut tangis yang menyayat kalbu.
Keheningan seketika lenyap oleh garis senyummu.
Meskipun aku tahu senyummu palsu.

Engkau si pemilik kerudung biru.
Kini engkau telah pergi bersama mimpi baru.
Membawa kisah yang pernah terukir dalam lembaran-lembaran yang menyatu.

Siang telah merenggut malam.
Mentari memaksa bulan untuk tenggelam.
Izinkan aku berlindung di keteduhan wajahmu.
Agar panas terik tak membakar tubuhku